Adab dan Tata Cara Membaca Alqur'an Yang Baik dan Benar
Al-Qur’anul karim adalah firman Allah yang tidak mengandung kebatilan sedikitpun. Al quran memberi petunjuk jalan yang lurus dan memberi bimbingan kepada umat manusia di dalam menempuh perjalanan hidupnya, agar selamat di dunia dan di akhirat, dan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan rahmat dari Alloh Ta’ala. Untuk itulah tiada ilmu yang lebih utama dipelajari oleh seorang muslim melebihi keutamaan mempelajari Al-Qur’an.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Sebaik-baik kamu adalah orang yg mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Adab dan Tata Cara Membaca Alqur'an
Al Qur’an adalah kalaamullah Ta’ala yang wajib diagungkan dan dimuliakan, sehingga hendaknya dibaca dalam keadaan yang paling baik. Berikut ini terdapat adab saat membaca al quran yang harus Anda perhatikan. Dan berikut adalah adab-adab dan tata cara membaca alqurann dengan benar
1. Membaca Al-Qur’an berniat ikhlas hanya dengan mengharapkan ridha Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
Membaca Alqur'an hanya berharap ridho dan pahala dari Allah. Sebagaimana diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ . رواه الترمذي
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Alquran) maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dilipatgandakan dengan sepuluh (pahala). Aku tidak mengatakan Alif Laam Mim adalah satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf” (HR. Tirmidzi)
2. Membaca dalam keadaan suci (Berwudhu)
Membaca Alqur'an sebaiknya dalam keadaan suci/berwudhu. Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni).
Seseorang yang membaca Al Qur’an menggunakan mushaf, maka wajib berwudhu terlebih dahulu. Tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an tanpa bersuci (berwudhu) terlebih dahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah menyentuh Al Qur’an kecuali orang-orang yang suci.” (HR. Al-Hakim)
Jika seseorang membaca menggunakan hafalannya, maka disunnahkan untuk berwudhu sehingga boleh membaca tanpa berwudhu. Adapun orang-orang yang memiliki hadats besar, seperti dalam kondisi junub dan haidh, maka tidak boleh membaca Al Qur’an secara mutlak, baik membaca dengan mushaf atau dengan hafalan, sampai dia telah bersuci dari hadats besar tersebut. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Qur’an, kecuali dalam kondisi junub. Dan beliau membaca Al Qur’an setelah mandi besar.
3. Mencari tempat yang bersih dan suci kerika membaca Al-Qur’an.
Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan membaca Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hendaklah setiap orang yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu yang lama atau hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid tersebut sudah berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya diperhatikan dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum paham). Karena mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm. 83).
4. Memulai membaca Al-Qur’an dengan Membaca Ta’awudz atau Isti’adzah dan Basmallah
Memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk ketika hendak mulai membaca Al Qur’an (membaca ta’awudz). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
.
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
Hal ini karena setan akan hadir untuk mengacaukan bacaan Al Qur’an tersebut, menimbulkan rasa was-was dan memalingkan pembaca dari merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al Qur’an. Ketika seseorang meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk, Allah akan melindunginya dari gangguan setan tersebut. Sehingga seseorang akhirnya akan mendapatkan manfaat dari bacaan Al Qur’an tersebut. Inilah faidah dari membaca ta’awudz, yaitu untuk mengusir setan.
Redaksi isti’adzah yang paling populer dan unggul menurut jumhur ulama dan praktisi ahli qira’at adalah (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) karena sesuai dengan nash Al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam Al-Qur’an tertera pada surat al-Nahl ayat 98, (فإِذَا قَرَأْتَ اْلقُرْأَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ). Sedangkan dalam hadits yaitu diriwayatkan oleh Nafi’ dari Jubair bin Mut’im dari bapaknya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, “Sesungguhnya Beliau membaca isti’adzah sebelum membaca Al-Qur’an persis seperti lafadz di atas”, (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ).
Ada banyak ragam redaksi yang akan penulis ulas pada tulisan berikutnya dalam pandangan para ahli qira’at.
Para ulama sepakat bahwa isti’adzah bukan bagian dari Al-Qur’an. Meskipun demikian, jumhur ulama menganjurkan bagi orang yang hendak membaca Al-Qur’an untuk membacanya, baik ketika membaca di awal surat atau pertengahan surat.
Tapi sebagian riwayat menyatakan bahwa anjuran di atas tidak sekadar anjuran yang bersifat tanpa tuntutan namun anjuran yang bersifat keharusan, yaitu wajib. Berangkat dari ayat 200 al-A’raf, ayat 98 Surat al-Nah, ayat 56 Surat Ghafir dan ayat 36 Surat Fussilat, (فَاسْتَعِذْ بِاللهِ)
Kemudian Membaca “bismillahir rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah).
5. Membacanya dengan pelan (tartil) dan Suara yang Bagus
Membacanya dengan pelan (tartil) dan tidak cepat, agar dapat menghayati ayat yang dibaca.
Rasululloh bersabda, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR. Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan)
Sebagian sahabat membenci pengkhataman Al-Qur’an sehari semalam, dengan dasar hadits di atas. Rasululloh telah memerintahkan Abdullah Ibnu Umar untuk mengkhatam kan Al-Qur’an setiap satu minggu (7 hari).” (HR. Bukhori, Muslim).
Sebagaimana sabda Rasululloh SAW, “Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.
6. Mentadabburi (merenungkan) setiap ayat yang dibaca
Hendaknya kita berusaha untuk memahami ayat Al Qur’an sesuai dengan kemampuan kita. Jika niat kita ikhlas dan benar, Allah Ta’ala akan memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan Al Qur’an.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
Dalam Al Qur’an terdapat berbagai masalah yang gamblang dan jelas, yang bisa dipahami oleh siapa saja, termasuk orang awam. Misalnya, berita tentang surga dan neraka; adanya adzab (hukuman) dan pahala; diharamkannya zina dan riba; juga kewajiban shalat, zakat, puasa, semua itu terdapat dalam Al Qur’an. Dan bisa dipahami oleh siapa saja karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Adapun masalah-masalah yang membutuhkan telaah lebih rinci dan detil, maka ini adalah keistimewaan yang dimiliki oleh para ulama. Akan tetapi, semua orang bisa mengambil pelajaran dari Al Qur’an, baik ulama atau orang awam, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)
7. Memperhatikan kondisi orang-orang di sekitarnya
Membaca Al-Qur’an dengan tidak mengganggu orang yang sedang shalat, dan tidak perlu membacanya dengan suara yang terlalu keras atau di tempat yang banyak orang. Bacalah dengan suara yang lirih secara khusyu’.
Rosululloh shollallohu ‘alaihiwasallam bersabda, “Ingatlah bahwasanya setiap dari kalian bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah salah satu dari kamu mengganggu yang lain, dan salah satu dari kamu tidak boleh bersuara lebih keras daripada yang lain pada saat membaca (Al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Baihaqi dan Hakim).
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Hadits yang membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut. Ada cerita bahwa sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang terus diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang Shubuh. Bahkan ada yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya hingga pingsan. Lebih dari itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi Al-Qur’an.” (At-Tibyan, hlm. 86). []
Comments
Post a Comment